Jumat, 22 Mei 2009

Jadwal kunjungan ANC

KUNJUNGAN ULANG

Kunjungan ulang yaitu setiap kali kunjungan antenatal yang dilakukan setelah kunjungan antenatal pertama. Ingat, wanita hamil sebaiknya melakukan minimal 4 kali kunjungan antenatal selama kehamilan. Pada Trimester I sebanyak 1 kali kunjungan, pada Trimester II sebanyak 1 kali kunjungan dan Trimester III sebanyak 2 kali kunjungan.

Karena dari riwayat ibu dan pemeriksaan fisik telah lengkap pada kunjungan antenatal pertama, maka pada kunjungan ulang difokuskan pada:

a. Pendeteksian komplikasi kehamilan (Early Detection)

b. Mempersiapkan kelahiran (Birth Preparadness)

c. Kesiapan menghadapi kegawatdaruratan (Complication Readiness)

Jadwal Kunjungan Ulang dan tujuannya :

  1. Kunjungan ulang I (16 minggu) dilakukan untuk :
    1. Penapisan dan pengobatan anemia
    2. Perencanaan persalinan
    3. Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya
  2. Kunjungan II (24-28 minggu) dan Kunjungan III (32 minggu) dilakukan untuk :
    1. Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya
    2. Apenapisan pre eklampsia, gemelli, infeksi alat reproduksi dan saluran kemih
    3. Mengulang rencana persalinan
  1. Kunjungan IV (36 minggu sampai lahir) dilakukan untuk :
    1. Sama seperti kegiatan kunjungan II dan III
    2. Mengenali kelainan letak dan presentasi
    3. Memantapkan rencana persalinan
    4. Mengenali tanda – tanda persalinan

Setiap kunjungan ulang mencakup peninjauan kembali bagan, riwayat dan pemeriksaan fisik yang disesuaikan dengan evaluasi dan kesejahteraan ibu dan bayi, pemeriksaan spekulum dan atau panggul bila ada indikasi, tes laboratorium bila ada indikasi serta penjelasan dan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan wanita dan usia kehamilannya.

Segera setelah wanita hamil tersebut melakukan kunjungan ulang, bidan harus meninjau kembali format untuk informasi sebagai berikut:

1. Nama

2. Usia

3. Paritas

4. Usia kehamilan dengan tanggal

5. Temuan bermakna dari :

a. Riwayat Obstetrik

b. Riwayat Medis lampau

c. Riwayat Keluarga

d. Riwayat Kehamilan sekarang

e. Pemeriksaan Fisik awal

f. Pemeriksaan Panggul awal

6. Masalah yang telah diidentifikasi, pengobatan dan evaluasi

efektivitas pengobatan.

6. Kecemasan atau keinginan tertentu , rencana yang dibuat, instruksi yang diberikan.

7. Obat-obatan khusus, pengobatan dan persyaratan diet yng saat ini harus dipenuhi oleh wanita tersebut.

8. Laporan – laporan laboratorium :

a. Normalitas hasil-hasil

b. Perlu untuk mengulangi tes-tes laboratorium

c. Perlu untuk penyelidikan lebih lanjut dan tes – tes laboratorium

Peninjauan format komprehensif ini berfungsi untuk :

  1. Mengenalkan bidan kembali dengan temuan-temuan, masalah-masalah, kecemasan, serta aspek – aspek unik yang berkaitan dengan wanita tersebut.
  2. Mengevaluasi keseluruhan database.
  3. Mengevaluasi keseluruhan dan efektivitas penatalaksanaan terdahulu.

Riwayat kunjungan ulang dirancang untk mendeteksi gejala – gejala atau indikasi subyektif dari komplikasi atau ketidaknyamanan yang mungkin dialami oleh wanita tersebut sejak kunjungan terakhirnya. Wanita tersebut ditanyakan tentang hlal – hal berikut :

  1. Kecemasan, keluhan, pertanyaan – pertanyaan atau masalah – masalah yang dialami.
  2. Sakit kepala.
  3. Gangguan penglihatan.
  4. Pusing.
  5. Mual/muntah-muntah.
  6. Gerakan janin, jika memungkinkan.
  7. Nyeri perut/kontraksi.
  8. Disuria.
  9. Keluarnya cairan vagina.
  10. Perdarahan vagina.
  11. Konstipasi/Haemorrhoid.
  12. Edema (pergelangan kaki, wajah, tangan)
  13. Paparan terhadap penyakit infeksi.
  14. Penggunaan obat selain yang dianjurkan (misalnya aspirin).
  15. Perubahan – perubahan hubungan, misalnya peningkatan atau adanya perlakuan buruk.
  16. Perawatan medis sejak kunjungan terakhir (misalnya, dokter, ruang gawat darurat);untuk apa, diagnosis, pengobatan, perawatan lanjutan.

Pada setiap kunjungan ulang antepartum pemeriksaan fisik ini dilakukan untuk mendeteksi tanda – tanda komplikasi dan untuk mengevaluasi kesejahteraan janin :

  1. Tekanan darah (bandingkan dengan tekanan darah biasanya yang diperoleh pada waktu kunjungan awal.
  2. Berat ( bandingkan dengan berat sebelum hamil, catatlah jumlah kilogram selama beberapa minggu sejak kunjungan terakhir, catatlah pola peningkatan berat badan ).
  3. Pemeriksaan perut untuk :
    1. Letak, presentasi, posisi jika usia kehamilan 32 minggu atau lebih.
    2. Pengukuran Tinggi Fundus Uteri ( bandingkan dengan pengukuran TFU pada kunjungan terdahulu, catatlah pola pertumbuhan uterus )
    3. Denyut Jantung Janin ( catatlah laju dan lokasi )
  4. Pemeriksaan ekstremitas atas untuk edema jari tangan (catatlah jika ada cincin yang ketat).
  5. Pemeriksaan ekstremitas bawah untuk :
    1. Edema pergelangan kaki dan pretibial.
    2. Refleks tendon.
    3. Tanda Homan dan Varicositis, bila diindikasikan.

Setelah pemeriksaan awal, bidan melakukan beberapa atau seluruh komponen berikut ini dari pemeriksaan panggul, sebagaimana diindikasikan :

  1. Jika wanita tersebut mengeluh tentang keluarnya cairan vagina, periksalah tanda – tanda visual dari infeksi vagina dan ambil bahan untuk pemeriksaan diagnostik.
  2. Ketuban pecah dini.
  3. Lakukan pelvimetri klinis pada akhir trimester ketiga jika panggul perlu dievaluasi kembali atau jika tidak mungkin untuk memperoleh informasi ini pada waktu pemeriksaan awal.
  4. Lakukan pemeriksaan vagina jika wanita tersebut memiliki tanda – tanda /gejala persalinan kurang bulan untuk menilai :
    1. Penipisan portio
    2. Pembukaan
    3. Status ketuban
    4. Masuknya kepala janin

Tes laboratorium dan penelitian penunjang juga perlu dilakukan pada kunjungan ulang. Test urine untuk mengetahui protein urine dan glukosa dalam urine perlu dilakukan pada kunjungan ulang. Begitu juga dengan pemeriksaan Hemoglobin ( Hb ).

Pengumpulan database melalui riwayat, pemeriksaan fisik dan panggul dan tes – tes laboratorium merupakan langkah pertama dalam proses penatalaksanaan. Langkah – langkah lainnya dari penatalaksanaan tergantung pada database ( langkah 2 ) dan interpretasinya. Interpretasi database mencakup :

  1. Menentukan normalitas.
  2. Membedakan antara ketidaknyamanan-ketidaknyamanan umum dari kehamilan dengan kemungkinan komplikasi.
  3. Mengidentifikasi tanda – tanda dan gejala – gejala kemungkinan penyimpangan dari yang normal atau komplikasi.
  4. Mengidentifikasi hal – hal yang mungkin menjadi kebutuhan belajar.

Antisipasi kemungkinan masalah-masalah yang terkait (langkah 3 ) merupakan hal penting dalam pengembangan rencana asuhan yang menyeluruh. Eavaluasi kebutuhan akan intervensi segera dari bidan atau dokter dan/atau untuk konsultasi atau penetalaksanaan kerjasama dengan para anggota tim perawatan kesehatan (langkah 4) menjadi mutlak hanya bila terdapat penyimpangan dari normal dengan atau tanpa situasi gawat darurat.

Perencanaan rencana perawatan menyeluruh mencakup komponen – komponen berikut :

  1. Tes – tes laboratorium atau penelitian untuk memastikan atau membedakan antara kemungkinan – kemungkinan komplikasi.
  2. Konsultasi dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya.
  3. Reevaluasi diet dan intervensi.
  4. Pengajaran dan konseling untuk memenuhi kebutuhan belajar.
  5. Pengobatab untuk ketidaknyamanan.
  6. Obat atau tindakan lain untuk pengobatan komplikasi – komplikasi kecil ( misalnya vaginitis, infeksi saluran urine ).
  7. Jadwal kunjungan ulang berikutnya.

Selasa, 24 Februari 2009

Fungsi, prinsip ,dan Asas Bimbingan dan Konseling

Fungsi Bimbingan dan Konseling adalah :

  1. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
  2. Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).
  3. Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.
  4. Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
  5. Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
  6. Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.
  7. Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
  8. Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
  9. Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.
  10. Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli

Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di Sekolah/Madrasah maupun di luar Sekolah/Madrasah. Prinsip-prinsip itu adalah:

  1. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
  2. Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.
  3. Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang.
  4. Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork.
  5. Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk memper-timbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan.
  6. Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.

Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.

  1. Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
  2. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
  3. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli (konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
  4. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
  5. Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli.
  6. Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli (konseli) dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
  7. Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
  8. Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
  9. Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
  10. Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
  11. Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.

DAFTAR RUJUKAN

AACE. (2003). Competencies in Assessment and Evaluation for School Counselor. http://aace.ncat.edu

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor. Naskah Akademik ABKIN (dalam proses finalisasi).

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2005). Standar Kompetensi Konselor Indonesia. Bandung: ABKIN

Bandura, A. (Ed.). (1995). Self-Efficacy in Changing Soceties. Cambridge, UK: Cambridge University Press.

BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Balitbang Diknas. (2006). Panduan Pengembangan Diri: Pedoman untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Draft. Jakarta: BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Depsiknas.

Cobia, Debra C. & Henderson, Donna A. (2003). Handbook of School Counseling. New Jersey, Merrill Prentice Hall

Corey, G. (2001). The Art of Integrative Counseling. Belomont, CA: Brooks/Cole.

Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi. (2003). Dasar Standardisasi Profesionalisasi Konselor. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kepen-didikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

Engels, D.W dan J.D. Dameron, (Eds). (2005). The Professional Counselor Competencies: Performance Guidelines and Assessment. Alexandria, VA: AACD.

Browers, Judy L. & Hatch, Patricia A. (2002). The National Model for School Counseling Programs. ASCA (American School Counselor Association).

Comm, J.Nancy. (1992). Adolescence. California : Myfield Publishing Company.

Depdiknas. (2003). Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Puskur Balitbang.

Depdiknas, (2005), Permen RI nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,

Depdiknas, 2006), Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi,

Depdiknas, (2006), Permendiknas no 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan SI dan SKL,

Ellis, T.I. (1990). The Missouri Comprehensive Guidance Model. Columbia: The Educational Resources Information Center.

Gibson R.L. & Mitchel M.H. (1986). Introduction to Counseling and Guidance. New York : MacMillan Publishing Company.

Havighurts, R.J. (1953). Development Taks and Education. New York: David Mckay.

Herr Edwin L. (1979). Guidance and Counseling in the Schools. Houston : Shell Com.

Hurlock, Alizabeth B. (1956). Child Development. New York : McGraw Hill Book Company Inc.

Ketetapan Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia Nomor 01/Peng/PB-ABKIN/2007 bahwa Tenaga Profesional yang melaksanakan pelayanan professional Bimbingan dan Konseling disebut Konselor dan minimal berkualifikasi S1 Bimbingan dan Konseling.

Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 22 tentang Standar Isi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Michigan School Counselor Association. (2005). The Michigan Comprehensive Guidance and Counseling Program.

Muro, James J. & Kottman, Terry. (1995). Guidance and Counseling in The Elementary and Middle Schools. Madison : Brown & Benchmark.

Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Pikunas, Lustin. (1976). Human Development. Tokyo : McGraw-Hill Kogakusha,Ltd.

Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. (2003). Panduan Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Balitbang Depdiknas.

Sunaryo Kartadinata, dkk. (2003). Pengembangan Perangkat Lunak Analisis Tugas Perkembangan Peserta didik dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pelayanan dan Manajemen Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasahdrasah (Laporan Riset Unggulan Terpadu VIII). Jakarta : Kementrian Riset dan Teknologi RI, LIPI.

Syamsu Yusuf L.N. (2005). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasah. Bandung : CV Bani Qureys.

——–. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja Rosda Karya.

——–.dan Juntika N. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

Stoner, James A. (1987). Management. London : Prentice-Hall International Inc.

Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-Undang Nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen

Wagner William G. (1996). “Optimal Development in Adolescence : What Is It and How Can It be Encouraged”? The Counseling Psychologist. Vol 24 No. 3 July’96.

Woolfolk, Anita E. 1995. Educational Psychology. Boston : Allyn & Bacon.

Rabu, 18 Februari 2009

ASKEB III (Nifas)

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS

Selama sembilan bulan kehamilan, tubuh secara perlahan banyak mengalami perubahan dalam mempersiapkan bayi yang tumbuh dalam rahim. Setelah persalinan, ternyata tubuh mengalami beberapa perubahan lagi dalam rangka mengembalikan pada keadaan semula. Periode pengembalian ini disebut masa nifas. Masa nifas pada seorang ibu berlangsung sekitar setelah lahirnya plasenta sampai dengan enam minggu.

Masa nifas adalah periode berakhirnya persalinan (akhir kala III persalinan sampai akhir 6 minggu pertama post partum).

Nifas adalah sejak satu jam setelah plasenta lhir sampai akhir minggu ke-6 atau berlangsungnya selama 42 hari.

Perawatan masa nifas adalah perawatan terhadap wanita hamil yang telah selesai bersalin sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, lamanya kira-kira 6-8 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genetelia baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan.

Perawatan masa nifas dimulai sebenarnya sejak kala uri dengan menghindarkan adanya kemungkinan-kemungkinan perdarahan post partum dan infeksi. Bila ada perlukaan jalan lahir atau luka bekas episiotomi, lakukan penjahitan dan perawatan luka dengan sebaik-baiknya. Penolong persalinan harus tetap waspada sekurang-kurangnya 1 jam sesudah melahirkan, untuk mengatasi kemungkinan terjadinya perdarahan post partum.

Pemeriksaan yang dilakukan pada ibu nifas adalah:

1. Pada 2-6 jam pertama

· TD. Pada proses persalinan terjadi peningkatan tekanan darah sekitar 15 mmHg untuk systol dan 10 mmHg untuk diastole namun kembali normal pada saat post partum.

· Suhu. Dapat naik sekitar 0,5C dari kedaaan normal tetapi tidak lebih dari 38 C dan dalam 12 s/d 24 jam pertama post partum kembali normal

· Denut nadi. Denyut nadi biasanya 60-80 x/i kecuali persalinan dengan penyulit perdarahan, denyut nadi dapat melebihi 100 x/i

· Fundus kembali keras dan bulat di atas pusat

· Perdarahan pervaginam. Jumlah seperti menstruasi terdapat gumpalan namun tidak lebih besar dari kulit jeruk

· Blass tidak teraba karena ibu dapat BAK dengan lancar.

2. Pemeriksaan rutin setiap hari

· Pemeriksan fisik

· Tanda vital

· Payudara dan puting susu jika diinspeksi tidak ada kemerahan dan nyeri

Aktifitas asuhan kebidanan dalam periode nifas dapat dikategorikan sebagai pemulihan dan pemeliharaan kesehatan, peningkatan kesejahteraan emosional dan pemberian informasi, pendidikan serta saran praktis dari yang berpengalaman. Pada ibu dalam masa nifas terdapat perubahan – perubahan :

1. PERUBAHAN FISIOLOGIS

Setelah keluarnya plasenta, kadar sirkulasi hormone HCG ( human chorionic gonadotropin ), human plasental lactogen, estrogen dan progesterone menurun. Human plasental lactogen akan menghilang dari peredaran darah ibu dalam 2 hari dan HCG dalam 2 minggu setelah melahirkan. Kadar estrogen dan progesterone hampir sama dengan kadar yang ditemukan pada fase folikuler dari siklus menstruasi berturut – turut sekitar 3 dan 7 hari. Penarikan polipeptida dan hormone steroid ini mengubah fungsi seluruh system sehingga efek kehamilan berbalik dan wanita dianggap sedang tidak hamil, sekalipun pada wanita para.perubahan – perubahan yang terjadi yaitu :

· Sistem cardiovaskular

Denyut jantung, volume dan curah jantung meningkat segera setelah melahirkan karena terhentinya aliran darah ke plasenta yang mengakibatkan beban jantung meningkat yang dapat diatasi dengan haemokonsentrasi sampai volume darah kembali normal, dan pembuluh darah kembali ke ukuran semula.

1. Volume darah

Perubahan pada volume darah tergantung pada beberapa variabel. Contohnya kehilangan darah selama persalinan, mobilisasi dan pengeluaran cairan ekstravaskular. Kehilangan darah mengakibatkan perubahan volume darah tetapi hanya terbatas pada volume darah total. Kemudian, perubahan cairan tubuh normal mengakibatkan suatu penurunan yang lambat pada volume darah. Dalam 2 sampai 3minggu, setelah persalinan volume darah seringkali menurun sampai pada nilai sebelum kehamilan.

2. Cardiac output

Cardiac output terus meningkat selama kala I dan kala II persalinan. Puncaknya selama masa nifas dengan tidak memperhatikan tipe persalinan dan penggunaan anastesi. Cardiac output tetap tinggi dalam beberapa waktu sampai 48 jam post partum, ini umumnya mungkin diikuti dengan peningkatan stroke voluma akibat dari peningkatan venosus return, bradicardi terlihat selama waktu ini. Cardiac output akan kembali pada keadaan semula seperti sebelum hamil dalam 2-3 minggu.

· Sistem haematologi

1. Hari pertama masa nifas kadar fibrinogen dan plasma sedikit menurun, tetapidarah lebih kentaldengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan pembekuan darah.

Haematokrit dan haemoglobin pada hari ke 3-7 setelah persalinan. Masa nifas bukan masapenghancuran sel darah merahtetapi tambahan-tambahan akan menghilang secara perlahan sesuai dengan waktu hdup sel darah merah. Pada keadaan tidak ada komplikasi, keadaan haematokrit dan haemoglobin akan kembali pada keadaan normalseperti sebelum hamil dalam 4-5 minggu post partum.

2. Leukositsis meningkat, dapat mencapai 15000/mm3 selama persalinan dan tetap tinggidalam beberapa hari post partum.

Jumlah sel darah putih normal rata-ratapada wanita hamil kira-kira 12000/mm3. Selama 10-12 hari setelah persalinan umumnya bernilai antara 20000-25000/mm3, neurotropil berjumlah labih banyak dari sel darah putih, dengan konsekuensi akan berubah. Sel darah putih, bersama dengan peningkatan normal pada kadar sedimen eritrosit, mungkin sulit diinterpretasikan jika terjadi infeksi akut pada waktu ini.

3. Faktor pembekuan

Suatu aktivasi faktor pembekuan darah terjadi setelah persalinan. Aktivasi ini, bersamaan dengan dengan tidak adanya pergerakan, trauma atau sepsis, yang mendorong terjadinya tromboemboli. Keadaan produksi tertinggi dari pemecahan fibrin mungkin akibat pengeluaran dari tempat plasenta.

4. Trombosis

Kaki ibu diperiksa setiap hari untuk mengetahui adanya tanda-tanda trombosis (nyeri, hangat dan lemas, vena bengkak kemerahan yang dirasakan keras atau padat ketika disentuh). Mungkin positif terdapat tanda-tanda human’s (doso fleksi kaki dimana menyebabkan otot-otot mengkompresi vena tibia dan ada nyeri jika ada trombosis). Penting untuk diingat bahwa trombisis vena-vena dalam mungkin tidak terlihat namun itu tidak menyebabkan nyeri.

5. Varises

Varises pada kaki dan sekitar anus (haemoroid) adalah umu pada kehamilan. Varises pada vulva umumnya kurang dan akan segera kembali setelah persalinan.

· Payudara

Kadar prolaktin, yang disekresi oleh kelenjar hypofisis anterior meningkat secara stabil selama kehamilan, tetapi hormone plasenta menghambat produksi ASI. Setelah pelahiran plasenta, konsentrasi estrogen dan progesterone menurun, prolaktin dilepaskan dan sintesis ASI dimulai. Suplai darah ke payudara meningkat dan menyebabkan pembengkakan vascular sementara. Air susu, saat diproduksi, disimpan di alveoli dan harus dikeluarkan dengan efektif dengan cara diisap oleh bayi untuk pengadaan dan keberlangsungan laktasi.

Pelepasan oksitosin dari kelenjar hipofisis posterior distimulsi oleh isapan bayi. Hal ini menyebabkan konttraksi sel – sel mioepitel didalam payudara dan pengeluaran ASI. Oksitosin juga menstimulasi kontraksi miometrium pada uterus, yang biasanya dilaporkan wanita sebagai afterpain ( nyeri kontraksi uterus setelah melahirkan ).

ASI yang dapat dihasilkan oleh ibu pada setiap harinya ±150-300 ml, sehingga kebutuhan bayi setiap harinya. ASI dapat dihasilkan oleh kelenjar susu yang dipengaruhi oleh kerja hormon-hormon, diantaranya hormon laktogen.

ASI yang akan pertama muncul pada awal nifas adalah ASI yang berwarna kekuningan yang biasa dikenal dengan sebutan kolostrum. Kolostrum sebenarnya telah terbentuk didalam tubuh ibu pada usia kehamilan ± 12 minggu. Dan kolostrum merupakan ASI pertama yang sangat baik untuk diberikan karena banyak sekali manfaatnya, kolostrum ini menjadi imun bagi bayi karena mengandung sel darah putih.

Perawatan payudara bertujuan untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran susu sehingga memperlancar pengeluaran ASI. Agar tujuan perawatan dapat tercapai, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

· Lakukan perawatan payudara secara teratur

· Pelihara kebersihan sehari-hari

· Asupan gizi yang adekuat

· Percaya diri akan kemempuan menyusui bayinya

· Ibu harus merasa nyaman dan santai

· Hindari rasa cemas dan stres karena akan menghambat reflek oksitosin

Pelaksanaan perawatan payudara hendaknya dimulai sedini mungkin, yaitu 1-2 hari setelah bayi dilahirkan dan dilakukan 2 hari sekali. Langkah-langkahnya sebagai berikut

A. Siapkan alat dan bahan

· Minyak kelapa / baby oil

· Gelas susu / penampung ASI

· Air panas dan dingin dalam waskom

· Washlap

· Handuk

B. Langkah perawatan payudara

Langkah 1

S4020460.JPG

Lakukan pengompresan 2- 5 menit pada kedua puting susu dan areola mamae dengan menggunakan kapas yang telah diolesi minyak kelapa/baby oil.

Langkah 2

S4020460.JPG

Bersihkan putting susu dan areola mamae dengan kapas. Bersikan secara perlahan dan jangan menarik puting susu

Langkah 3

Picture Opspek 070.jpg

Licinkan telapak tangan denganmenggunakan baby oil

Langkah4

Picture Opspek 075.jpg

Tempatkan kedua telapak tangan di antara kedua payudara.

Langkah 5

Picture Opspek 076.jpgPicture Opspek 077.jpg

Lakukan pengurutan, dimulai kearah atas, lalu telapak tangan kiri ke arah sisi kiri dan telapak tangan kanan ke arah sisi kanan. Lakukan terus pengurutan ke bawah/ ke samping

Langkah 6

Picture Opspek 081.jpg

Selanjutnya, pengurutan melintang. Telapak tangan mengurut ke depan, lalu kedua tangan dilepas dari payudara

Langkah 7

S4020458.JPG

Kedua payudara dikompres dengan waslap hangat selama 2 menit, lalu diganti dengan waslap dingin selama 1 menit, pengompresan dilakukan secara bergantian selama 3 kali berturut-turut dan akhiri dengan kompres air hangat.

Langkah 8

DSC01247

Bantu ibu untuk menggunakan kembali pakaiannya. Dan anjurkan ibu untuk menggunakan BH yang menyokong payudara

Namun pada ibu menyusui juga dapat dikosongkan asinya dengan cara:

Langkah 1

Picture 053

Atur posisi ibu

Langkah 2

Picture 052

Bersihkan daerah payudara dengan waslap hangat

Langkah 3

Picture 046

Letakkan mangkuk tempat ASI dibawah putting susu

Langkah 4

Picture 048

Topang payudara dengan satu tangan. Letakkan ibu jari diatas areola dan jari-jari yang lain dibawah areola pada bagian yang berseberangan

Langkah 5

Picture 055

Urut payudara dari areola kearah puting susu

Langkah 6

Perah asi selama 3-5 menit

Langkah 7

Picture 052

Bersihkan payudara dengan waslap hangat

Langkah 8

Bereskan alat.

· Sistem perkemihan

Trauma terjadi pada uretra dan kandung kemih ketika bayi melewati panggul. Dinding kandung kemih hyperemis dan edema, seringkali sedikit area mengalami perdarahan. Menampung atau mengkateterisasi spesimen urin setelah persalinan seringkali memperlihatkan hematuri dari trauma kandung kemih. Kemudian pada masa nifas, henaturi mungkin suatu tanda infeksi traktus urinarius. Uretra dan meatus urinarius mungkin udema. Trauma persalinan dan efek analgetika, khususnya efek anastesi memberikan efek samping yang memberikan efek merugikan. Ditambah dengan nyeri pelvis yang disebabkan oleh tenaga persalinan dan laserasi vagina atau membuat episiotomi atau perubahan reflek. Perubahan ini, bersamaan dengan diuresis post partum, mungkin akibat penambahan pengisian dengan cepat kandung kemih.

Distensi kandung kemih segera terjadi sebagai akibat pengembalian metabolisme cairan pada kehamilan dan cairan dimobilisasi pada eliminasi akhir produk metabolisme protein. Produk katabolisme protein overdistensi, pengososngan yang tidak sempurna dan residual urin yang berlebihan dapat membuat kandung kemih lebih mudah terinfeksi secepat seperti awal pengosongan normal (cuningham dkk, 1989). Jika overdistensi kandung kemih berlangsung lama maka akan mengakibatkan kerusakan pada dinding kandung kemih (atony). Kontraksi kandung kemih seringkali segera pulih dalam 5-7 hari setelah persalinan, dengan pengosongan kandung kemih yang adekuat.

Singkatnya perubahan sistem perkemihan yang terjadi pada ibu nifas adalah sebagai berikut: Dinding kandung kemih memperlihatkan oedema dan hyperanemia. Kadang-kadang oedema dari trigonum, menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga terjadi retensio urin. Kandung kemih dalam masa nifas kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kemih penuh atau sesudah BAK masih ada tertinggal urin residu. Sisa urin ini dan trauma pada dinding kandung kemih pada waktu persalinan dapat memudahkan terjadinya infeksi. Dilatasi ureter dan pyelum, normal kembali dalam waktu 2 minggu.

§ Pemulihan perineum, vulva dan vagina

Berkurangnya sirkulasi progesteron berpengaruh pada otot panggul, perineum, vulva dan vagina yang dapat membantu elasrisitas dari ligamentum otot rahim.beberapa laserasi supervisial akan sembuh relatif labih cepat.laserasi perineum dapat sembuh sekitar 2-3 minggu. Pada masa nifas, seorang ibu akan rentan terhadap infeksi, menjaga kebersihan sangat penting untuk mencegah infeksi. Ibu pada masa nifas dianjurkan untuk menjaga kebersihan tubuh, pakaian dan lingkungannya, terutama pada saat ibu ini sering mengalami diaporesis sebagai akibat dikeluarkannya cairan intestinal selama masa hamil. Inspeksi secara rutin harus dilakukan jika terdapat luka, untuk melihat penyembuhan luka dan deteksi dini adanya infeksi. Kebersihan perineum harus dijaga, ajari ibu cara membersihkan daerah genitalnya dengan sabun dan air bersih setelah BAK dan BAB, prinsipnya bersih dan kering. Pada waktu mencuci genitalnya anjurkan ibu mencucinya dari depan ke belakang dan mencuci daerah anusnya terakhir. Sebelum dan setelah membersihkannya cuci tangan sampai bersih. Dan mengganti pembalut 2 kali sehari.

PENJAHITAN PERINEUM I DAN 2

Ada 4 robekan yang dapat terjadi pada persalinan :

Robekan Tingkat 1 :Robekan yang mengenai mukosa vagina dan kulit perineum

Robekan Tingkat 2 :Robekan yang mengenai mukosa vagina, kulit dan jaringan perineum

Robekan Tingkat 3 :Robekan yang mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spingter ani

Robekan Tingkat 4 :Robekan yang mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spingter ani yang meluas sampai ke mukosa rektum.

Prinsip-prinsip penjahitan luka :

· Tujuan penjahitan luka episiotomi atau laserasi perineum adalah untuk mendekatkan dan merapatkan jaringan dan menghentikan perdarahan

· Laserasi derajat satu tidak memerlukan penjahitan jika perdarahan tidak aktif.

· Laserasi derajat dua penyembuhannya akan lebih baik jika dilakukan penjahitan

· Laserasi derajat tiga dan empat bukan merupakan wewenang bidan, sehingga perlu untuk dirujuk

· Jika penjahitan derajat tiga dan empat tidak benar, dapat terjadi fistula rectovaginal

· Sekali jarum ditusukkan pada jaringan akan terjadi perlukaan pada jaringan tersebut dimana setiap perlukaan berpotensi untuk terinfeksi, karena itu prinsip penjahitan episiotomi dan laserasi jalan lahir adalah dengan menjahit sesedikit mungkin, cukup untuk mencapai tujuan penjahitan yaitu merapatkan jaringan dan haemostatis

· Menjahit laserasi yang lebih dari satu atau dua jahitan tanpa anastesi bukanlah tindakan gerakan sayang ibu

· Jika wanita sudah dianastesi maka ia bisa santai sehingga penolong dapat dengan leluasa melihat daerah-daerahyang memerlukan penjahitan

Persiapan menjahit

1. Tempatkan ibu sedemikian rupa dalam posisi lithotomi hingga bokong berada pada tepi tepat tidur atau meja. Topang kakinya dengan alat penopang atau minta anggota keluarga untuk memegang kakinya, sehingga tetap berada pada posisi lithotomi

2. Bersihkan daerah vulva dan perineum

3. Kenakan sarung tangan. Bila perlu tempatkan kasa atau tampon didalam vagina untuk mencegah darah mengalir ketempat yang akan dijahit.

4. Letakkan kain steril dibawah bokong ibu

5. Untuk penjahitan laserasi perineum, berikan anastesi lokal terlebih dahulu

6. Tempatkan lampu, sehingga operator dapat melihat daerah yang akan dijahit dengan jelas

7. Upayakan bagi operator untuk duduk dlam posisi yang rileks sehingga dapat dilakukan penjahitan dengan baik dan mudah

8. Lakukan pengamatan pada daerah perineum, vagina dan serviks secara cermat

9. Siapkan jarum dan benang. Gunakan catgut 2-0. Benang ini cukup memadai untuk penjahitan laserasi.

Pemberian anastesi lokal pada laserasi

1. Isi tabung suntik dengan 10cc lidocain 1 % atau lidocain 2% yang telah di encerkan dengan menggunakan aquabidest dengan perbandingan 1 : 1

2. Pada luka episiotomi ada 2 sisi yang memerlukan anastesi

3. Tusukkan seluruh jarum pada tepi luka pada perbatasan antara mukosa dan kulit perineum kearah mukosa vagina. Lakukan aspirasi untuk memriksa adanya darah dari pembuluh darah yang tertusuk. Suntikkan cairan anastesi sejajar permukaan luka sambil menarik mundur jarum kearah tepi luka, tanpa mengeluarkan ujung jarum dari tepi jaringan, arahkan jarum ke bagian tengah luka dan ulangi seluruh langkah 3

4. Ulangi seluruh langkah 3 pada sisi lain luka. Masin-masing sisi luka akan memerlukan kira-kira 5cc lidocain

5. Tunggu beberapa menit untuk membiarkan anastesi bekerja sebelum memulai penjahitan. Sentuh daerah luka dengan ujung jarum untuk memastika anastesi lokal telah bekerja.

Copy of Copy of Untitled-Scanned-04Copy (8) of Untitled-Scanned-06

erni9

Langkah-langkah penjahitan jeujur pada luka episiotomi/laserasi perineum

1. Telusuri luka dengan jari-jari tangan. Tentukan secara jelas batas-bats luka. Lakukan jahitsn sekitar 1 cm diatas ujung luka di dalam vagina. Ikat dan potong salah satu benag, tinggalkan sisa benang tida lebih dari 2 cm.

2. Tutup tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur kearah bawah hingga mencapai lingkaran himen.

3. Tusukkan jarum menembus mukosa vagina di belakang himen hingga ujung jarum mencapai luks psds daerah perineum. Periksa tepi diantara jarumpada daerah perineum dan batas atas dari luka.

4. Teruskan melakukan jahitan jelujur hingga ujung luka. Pastikan bahwa setiap jahitan pada tiap sisi memiliki ukuran yang sama dan otot yang berada di bagian dalam yang sudah tertutup.

5. Setelah mencapai ujung luka, arahkan jarum ke kranial dan mulai lakukan jahitan secara jelujur untuk menutup jaringan subcuticular. Penjahitan ini merupakan lapisan kedua pada daerah yang sama. Luka ini akan menutup dengan sendirinya pada saat penyembuhan luka.kini memasukkan jarum dari robekan didaerah perineum kearah vagina. Ujung jarum harus keluar di belakang lingkaran himen.

6. Ikat benang dengan simpul didalam vagina. Potong ujung benang dengan benang kira-kira 1,5cm dari simpul. Jika benang dipotong terlalu pendek, maka benang akan terlepasa dan luka akan membuka.

7. Masukkan jari kedalam rektum. Coba untuk meraba daerah anterior rektumapakah ada jahitan yang mencapai mukosa rektum.

8. Periksa kembali daerah vagina untuk memastikan tidak ada kassa atau benda lainnya yang tetinggal didalam vagina.

9. Nasehatkan ibu tentang :

§ Mencaga perineum selalu bersih dan kering

§ Menghindari pemberian obat tradisional

§ Menghindari berendam air panas

§ Mencuci vagina dan perineum 3 sampai 4 kali sehari

§ Kontrol ulang seminggu setelah persalinan untuk memeriksa penyembuhan luka.


§ Involusio uterus

Involusio atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali pada posisi semula sperti sebelum hamil dengan bobot hanya 60 gram. Involusi uteri dapat juga dikatakan sebagai proses kembalinya uterus pada keadaan semula atau keadaan sebelum hamil. Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :

§ Autolisis

Autolisis merupaka proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterin. Enzym proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula selama hamil atau dapat juga dikatakan sebagai pengrusakan secara langsung jaringan hipertropi yang berlebihan, hal ini disebabkan karena penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron.

§ Terdapat Polymorph phagolitik dan macrophages di dalam sistem cardiovaskuler dan sistem limphatik

§ Efek oksitosin (cara bekerjanya oksittosin)

Penyebab kontraksi dan retraksi otot uterus sehingga akan mengkompres pembuluh darah yang menyebabkan kurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.

Tabel berikut menggambarkan perubahan-perubahan yang normal pada uterus selama masa nifas :

Bobot uterus

Diameter uterus

Palpasi serviks

Pada akhir persalinan

900 gram

12,5 cm

Lembut/lunak

Pada akhir minggu I

450 gram

7,5 cm

2 cm

Pada akhir minggu II

200 gram

5,0 cm

1 cm

Sesudah akhir 6 minggu

60 gram

2,5 cm

menyempit

Dengan involusi uterus ini, maka lapisan luar dari desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik (mati/layu). Decidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan, suatu campuran antara darah dan cairan yang disebut lochia, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat. Pengeluaran lokhia ini biasanya berakhir dalam waktu 3 sampai 6 minggu.

§ Lochia

Lochia adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas.Lochia berasal dari pengelupasan desidua. Lochia mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat microorganisme berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada wanita normal. Lochia mempunya bau amis (anyir), meskipun tidak terlalu menyengat, dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Volume total lochia bervariasi pada setiap wanita, tapi diperkirakan berjumlah 500 ml. selama respon terhadap isapan bayi menyebabkan uterus berkontraksi sehingga semakin banyak lochia yang terobservasi.

Para wanita harus ditanya mengenai jumlah dan warna lochianya. Jika terdapat keraguan tentang kuantitas lokhia maka pembalutnya harus dilihat. Lochia berwarna merah yang persisten selama 10 hari, keluarnya bekuan darah, atau bau lochia yang tajam merupakan tanda – tanda patologis, yang menunjukkan tertahannya produk konsepsi atau adanya infeksi juga dapat mempredisposisi terjadinya perdarahan pascapartum sekunder, yang didefenisikan sebagai perdarahan berlebih dari saluran genitalia yang terjadi selama lebih dari 24 jam, tetapi masih dalam minggu ke enam, setelah melahirkan. Penemuan – penemuan ini menunjukkan perlunya rujuk ke dokter dan penanganan segera.

Macam – macam Lochia

1. Lochia rubra (Cruenta ): berisi darah segar dan sisa – sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dam mekonium, selama 2 hari post partum.

2. Lochia Sanguinolenta : berwarna kuning berisi darah dan lendir, hari 3 – 7 post partum.

3. Lochia serosa : berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7 - 14 post partum

4. Lochia alba : cairan putih, setelah 2 minggu

5. Lochia purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk

6. Lochiastasis : lochia tidak lancar keluarnya.

§ System gastrointestinal

§ Nafsu makan

Ibu seringkali cepat lapar setelah melahirkan dan dapat menoleransi dengan diet yang ringan. Setelah pemulihan yang sempurna dari analgetik, anastesi dan kelelahan, kebanyakan ibu baru merasa lapar. Meminta makan dan porsi besar adalah umum. Diet post partum harus mendapatkan nutrisi seimbang dan cukup makanan bergizi untuk mensuplai tambahan kalori dan nutrisi yang diperlukan selama masa laktasi. Jika nutrisi ini dipenuhi maka ibu akan cepat pulih, kuantitas dan kualitas ASI akan lebih baik dan juga lebih dapat mencegah infeksi.

Kebutuhan nutrisi dan cairan ibu nifas:

a. Diet ibu post partum membutuhkan tinggi kalori dan tinggi protein serta membutuhkan banyak serat, tinggi vitamin C dan cukup cairan untuk mencegah konstipasi dan mempercepat penyembuhan. Begitu juga suplemen mineral seperti zat besi dan vitamin masih terus diberikan selama masa nifas.

b. Kebutuhan cairan sedikitnya delapan gelas perhari/ minimal 2 liter perhari, anjurkan ibu minum setiap kali menyusui.

c. Pada wanita dewasa kebutuhan kalori sebesar 2200 kkal, sedangkan untuk ibu menyusui dibutuhkan tambahan kalori sebesar 700 kalori.

d. Untuk 6 bulan pertama setelah melahirkan dan selanjutnya 500 kkal, yang dimaksud dengan kalori terdiri dari karbohidrat, lemak dan protein.

e. Dari total makanan yang dikonsumsi dianjurkan mengandung 50-60% karbohidrat, 25-35 % lemak dan protein lemak protein sekitar 10-15 %. Pada wanita dewasa kebutuhannya 51 garam sedangkan pada ibu menyusui perlu tambahan 16 gram pada 6 bulan pertama selanjutnya 12 gram.

f. Jika ibu menyusui anjurkan untuk makan makanan kecil termasuk susu yang dapat membantu produksi ASI

g. Contoh menu untuk ibu menyusui:

ü Makan pagi : nasi, urap sayur, ikan bandeng goreng, selingannya donat dan yoghurt

ü Makan siang : nasi, ayam goreng, rempeyek rebon, sayur nangka, jeruk, selingannya kolak pisang.

ü Makan malam: nasi, capcai, semur daging, pepes tahu, pisang, selingannya ubi goreng.

§ Motilitas

Tipe penurunan tonus otot dan motilitas traktus intestinal berlangsung hanya beberapa waktu stelah persalinan. Penggunaan analgetik dan anastesi yang berlebihan dapat memperlambat pemulihan kontraksi dan motilitas otot.

§ Pengosongan usus

Pengosongan usus secara spontan terhambat sehingga 2-3 hari setelah perslinan. Ini disebabkan oleh penurunan kontraksi otot (ileus tidak dinamis) pada intestinal selama proses persalinan dan awal nifas, diare sebelum proses persalinan atau penggunaan enema sebelum kelahiran bayi, kekurangan makan, dehidrasi atau pembengkakan perineal yang disebabkan oleh episiotomi, luka dan hemoroid. Kebiasaan mengosongkan usus secara regular perlu dilatih kembali untuk merangsang pengosongan usus.

Sistem pencernaan pada wanita nifas membutuhkan waktu yang berangsur-angsur untuk kembali normal. Pola makan ibu nifas tidak akan seperti biasa dalam beberapa hari dan perineum ibu akan terasa sakit untuk defekasi. Faktor-faktor tersebut mendukung konstipasi pada ibu nifas dalam minggu pertama. Suppositoria dibutuhkan untuk membantu eliminasi pada ibu nifas.

§ Sistem Endokrin

a. Hormon plasenta

§ Terjadi penurunan hormon human placental lactogen (HPL), HCG, estrogen, kortisol serta plasental enzyme insulinase yang merupakan periode transisi untuk metabolisme karbohidrat

§ Estrogen dan progesteron menurun setelah plasenta keluar, berkaitan dengan pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstraseluler berlebih yang terakumulasi selama hamil

§ Kondisi tersebut dapat kembali normal setelah hari ke 7

b. Hormon hipofisis dan fungsi ovarium

§ Kadar prolaktin serum tinggi pada wanita menyusui sehingga terjadi penurunan kadar estrogen dan progesteron dan penurunan FSH sehingga menekan ovulasi. Prolaktin yang di kelaurkan oleh gland pituitari anterior bereaksi terhadap alveoli di payudara sehingga menstimulasi ASI.

§ Prolaktin tetap meningkat sampai minggu ke 6 dipengaruhi oleh seringna menyusui, lama tiap kali menyusui dan makanan tambahan.

§ Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi wanita menyusui dan tidak mneyusui berbeda. Pada wanita tidak menyusui terjadi ovulasi dini mulai pada 7-10 minggu postpartum. Seringkali menstruasi pertama bersifat anovulasi karena rendahnya kadar estrogen dan progesteron. Pada ibu menyusui menstruasi pertama dapat terjadi setelah 6 bulan, tetapi dipengaruhi juga oleh frekuensi dan lamanya menyusui

§ Oksitosin dikeluarkan oleh gland pituitari posterior dan bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Oksitosin dalam pembuluh darah menyebabkan kontraksi otot uterus dan pada waktu yang sama membantu proses involusi uterus

§ Sistem muskuloskletal

Ambulasi pada umumnya dimulai pada kala IV yaitu segera setelah lahirnya plasenta. Ambulasi dini sangat membantu untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses involusi.

Adaptasi pada sistem muskuloskeletal ibu selama masa pemulihan pada masa nifas. Adaptasi termasuk penyebab relaksasi, kemudian hipermobilitas sendi dan pada perubahan pada pusat gravitasi ibu yang disebabkan pembesaran uterus. Stabilisasi uterus secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan. Meskipun seluruh persendian lain kembali normal seperti posisi sebelum hamil pada waktu sebelum satbilisasi, tetapi pada bagian kaki wanita tidak.

Latihan dianjurkan pada ibu nifas untuk penyembuhan dan mencegah komplikasi seperti tromboplebitis, edema, menguatkan otot-otot panggul, dasar panggul dan perut. Latihan ringan pada hari pertama post partum dapat dimulai segera. Kegel exercise memfasilitasi penyembuhan perineum dan membantu mengembalikan tonus otot dengan meningkatkan sirkulasi otot pubococygeal, sehingga akan mencegah inkontinensia urin. Kegel exercise akan meningkatkan kekuatan otot dasar panggul. Dengan cara melakukan gerakan seperti menehan BAK tahan selama 8-10 detik, lepaskan, dan ulangi beberapa kali.

Senam nifas dapat dilakukan oleh semua ibu yang melahirkan secara spontan tanpa ada komplikasi, pada ibu dengan komplikasi dapat dilakukan sesuai dengan kondisi dan komplikasi yang terjadi. Senam nifas dapat dilakukan dengan cara berikut ini :

Langkah 1 memutar lengan

Posisi duduk bersila, rentangkan tangan, lalu putar pergelangan tangan, lengan dan bahu dengan cepat sambil mengancangkan perut.

Langkah 2 memutar pinggang

Duduk dengan posisi kaki terbuka, ayunkan badan kesamping kanan dan kiri.

Tanyakan pada ibu apakah terasa nyeri pada saat memutar pinggang, jika terasa nyeri minta ibu untuk mengurangi gerakan dan mencoba gerakan tersebut jika pinggang sudah tidak terasa nyeri.

Langkah 3 mengencangkan paha dan betis

Tidur miring ke kanan, angkat kaki atas kemudian turunkan perlahan-lahan, lakukan juga pada kaki yang lain secara bergantian

Dalam posisi yang sama, ayunkan kaki kiri kebelakang, bersamaan dengan tangan kiri ke arah berlawanan (lakukan juga pada sisi kanan)

Langkah 4 mengecilkan perut

Angkat salah satu kaki bersama dengan mengangkat kepala dan bahu sementara tangan meraih kaki yang diangkat

Letakkan tangan didada, tekuk kaki, kemudian angkat kepala hingga bahu sambil mengencangkan perut

Angkat kedua kaki, tahan beberapa detik, kemudian turunkan.

§ Sistem integumen

1. Penurunan melanin umumnya setelam persalinan menyebabkan berkurangnya hyperpigmentasi kulit

2. Perubahan pembuluh darah yang tampak pada kulit karena kehamilan akan menghilang pada masa nifas dikarenakan oleh penurunan estrogen.

2. PERUBAHAN PSIKOLOGI

Bagi keluarga muda, masa nifas merupakan awal keluarga baru sehingga keluarga perlu beradaptasi dengan peran barunya. Tanggung jawab keluarga bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir. Dorongan serta perhatian anggota keluarga lainnnya merupakan dukungan positif bagi ibu.

Menurut Rubin, dalam menjalankan adaptasi setelah melahirkan, ibu akan melalui fase-fase sebagai berikut:

1. Fase taking in

Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahan membuat ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif. Oleh karena itu kondisi ini perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik. Pada fase ini perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihan. Disamping, nafsu makan ibu memang sedang meningkat. Fase ini dapat juga disebut sebagai fase dependent.

2. Fase taking hold

Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking hold, ibu merasa hawatir akan ketidak mampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu, perasaannya sangat sensitif sehingga mudah tersinggung jika komukasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu, ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehinggga tumbuh rasa percaya dirinya. Fase ini dapat juga disebut sebagai fase dependent-interdependent.

3. Fase letting go

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 1 minggu sampai 12 minggu. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini. Kegiatan-kegiatan dalam keluarga sudah berjalan seperti biasa, saling berinteraksi. Fase ini dapat juga disebut sebagai fase interdependent.

Disarankan pada semua fase untuk ibu nifas yakni walaupun perubahan terjadi sedemikian rupa, ibu harusnya tetap menjalani ikatan batin dengan bayinya sejak awal. Sejak dalam kandungan, bayi hanya mengenal ibu yang memberinya rasa aman dan nyaman sehingga stres yang dialaminya tidak bertambah berat.

Peran bidan adalah membangun kepercayaan diri ibu dengan memberikan dukungan dan pujian terhadap apa yang telah ibu lakukan dalam merawat bayinya serta dilibatkan suami dan keluarga, sehingga fungsi bidan sebagai konselor.

Postpartum Blues

Postpartum blues atau kemurungan masa nifas terjadi pada sebagian besar wanita yang mengalami kesedihan dan kesulitan dalam merawat bayi. Disebabkan oleh adanya perubahan hormonal, dimana hormon estrogen menurun dan hormon prolaktin meningkat sehingga memicu ketidakstabilan emosi ditambah dengan ketidaknyamanan karena persalinan.

Menurut JM. Seno Adjie, SPOG(K), spesialis kebidanan dan kandungan dari FKUI/RSCM, kondisi yang disebut postpartum blues atau perasaan sedih paska persalinan itu dapat terjadi pada minggu pertamasebelum persalinan. Keluhannya tidak terlalu berat hanya sperti gangguan tidur, kecemasan, mudah tersinggung, dan nafsu makan berkurang.

Menurut C. Nell Epperson, MD, asisten profesor psikiatri serta kebidanan dan kandungan Yale University School of Medicine. New Heaven, perubahan suasana hati tersebut bisa diakibatkan oleh fluktuasi hormon, yang terjadi selama sesaat pasca persalinan.

Tanda dan gejala :

a. Mudah marah

b. Kesedihan mendalam

c. Kecewa

d. Gelisah

e. Sering menangis tanpa sebab yang jelas

f. Insomnia (susah tidur) atau tidur tidak nyenyak

g. Mudah tersinggung

h. Kurang berminat terhadap kegiatan rutin sehari-hari

i. Persaan ketakutan

j. Hilangnya nafsu makan

k. Lesu atau bahkan tidur yang berlebihan

Faktor penyebab

a. Masalah dalam pernikahan

b. Perasaan cemas selama masa kehamilan

c. Kemiskinan atau tidak adanya dukungan sosial dari keluarga

d. Adanya stres atau kejadian buruks selama masa kehamilan seperti kematian orang tua, atau orang terdekat atau perpindahan ketempat baru atau gangguan lainnya

e. Pengalaman melahirkan yang bersifat traumatis

f. Premenstrual syndrome

Respon suami dan keluarga

1. Respon suami

Respon berfungsi sebagai umpan balik positif dari stimulus yang diberikan. Individu yang terlibat dalam proses persalinan akan memiliki ikatan yang kuat dengan bayinya, yang salah satunya adalah “ayah”. Ayah mengalami dan merasakan kebahagiaan terhadap kelahiran bayi tidek jauh berbeda dengan yang dirasakan sang ibu, tetapi ada beberapa individu yang merasa perannya tidak penting dengan ibu atau petugas kesehatan, padahal tidak demikian, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Jones, 1981 ;Cronenwet, 1982 bahwa “kasih sayang ayah-anak dapat kuat seperti hubungan ibu-anak, ayah berperan seperti halnya sebagai seorang ibu dalam merawat bayi”. Dengan demikian interaksi yang positif dari hubungan ayah dan bayi akan meningkatkan harga diri pada ayah dan merupakan kebahagiaan bagi ibu.

Respon ayah atau perhatian yang berlebih dari ayah terhadap bayi, terkadang menimbulkan kecemburuan pada ibu akan tetapi hal itu dapat diantisipasi jika masing-masing orang tua dapat saling memahami dan mengerti dan berbagi tanggung jawab sebagai orang tua. Respon keluarga yang positif dapat membantu ibu menerima dan menjalankan peran barunya, misalnya dengan keterlibatan kakek-nenek dapt membantu sebagai sumber pengetahuan dan pendukung.

Perlu diketahui bahwa adaptasi menjadi seorang ayah atau ibu harus dipersiapkan sejak masa kehamilan (parentcraft education), dimana peran bidan sangat penting dalam mempersiapkan pasangan suami istri yang akan menjadi orang tua.

Kekhawatiran suami yang biasa terjadi

a. Dapatkah saya membiayai keluarga yang kini lebih besar

Karena biaya pemeliharaan dan pendidikan anak memenag semakin mahal, banyak ayah baru tidak bisa tidur memikirkan hal ini. Oleh karena itu diupayakan untuk memulai merencanakan keuangan keluarga di masa depan.

b. Apakah saya akan menjadi ayah yang baik

Hanya sdikit orang terlahir menjadi ayah-ibu yang baik. Kebanyakan mereka belajar dari praktek langsung, ketabahan, dan cinta.

c. Bagaimana akan berbagi tugas pemeliharaan anak

Ayah pada jaman dahulu tidak memikirkan ini karena pemeliharaan anak dianggap tugas perempuan. Namun, umumnya ayah masa kini sampai pada taraf tertentu menyadari menjadi orang tua adalah tugas bersama, meskipun mereka tidak tahu caranya berbagi tugas.

d. Haruskah menhentikan kehidupan sosial

Tidak harus menghentikan semuanya, tetapi mungkin ada yang harus diubah jika pasangan orang tua bersama-sama ingin aktif menjadi orang tua dengan memberikan perhatian lebih pada bayi.

e. Apakah hubungan suami istri akan berubah

Kehadiran bayi menjadikan keinginan untuk berdua saja tidak semudah dahulu. Privasi dan keintiman yang spontan menjadi sangat berharga dan sering kali sulit didapat., sehingga pasangan suami istri beusaha menyediakan waktu untuk kegiatan istimewa mereka.

Respon ayah terhadap bayi akan berpengaruh terhadap terbentuknya ikatan batin antara bayi dan ayah. Bagi para ayah dibutuhkan waktu yang lama untuk membentuk ikatan batindengan bayi kecil mereka. Hal ini dikarenakan seringkali mereka tidak memiliki kesempatan untuk melakukan kontak fisik pertama dengan bayi yang baru lahir. Tetapi ada beberapa cara untuk menumbuhkan dan menguatkan ikatan batin antara ayah dan ibu, yaitu :

· Terlibat dalam proses kelahiran

· Membaringkan bayi di dada aya

· Melkaukan aktivitas bersama bayi misalnya: mengajak bicara, memandikan, mengganti popok, membaca atau menyanyikan sebuah lagu, mengajaknya bermain, menggendong dan memberikan tambahan ASI melalui sendok

· Tegaskan panggilan “ayah” saat berada didekat bayi

2. Respon keluarga

Respon keluarga seperti kakek-nenek akan membuahkan kepuasan besar karena melihat generasi dalam keluarganya yang baru karena cucunya akan mengetahui tradisi mereka. Hubungan dengan kakek-nenek mempunyai kemungkinan menjadi rumit, terutama jika mereka memiliki keinginan sendiri atas sang cucu. Meskpun demikian, pengalaman dan keahlian yang dapat diberikan kakek-nenek tidak dapat tergantikan.

Keberadaan anggota keluarga lain sperti kakek-nenek dan para sepupu akan memberikan kesempatan yang ideal bagi bayinya untuk membentuk lebih dari satu ikatan dan masing-masing ikatan akan memiliki nilai tersendiri.

3. Interaksi saudara kandung

Membagi perhatian dengan saudara baru mungkin merupakan krisis utama untuk seorang anak-anak yang lebih tua yang sering merasa kehilangan perhatian atau cemburu karena posisinya digantikan oleh bayi baru.

Beberapa faktor yang berpengaruh pada respon adalah usia, sikap orang tua, peran ayah, alamnya berpisah dengan ib saat kunjungan ke rumah sakit, dan bagaimana anak memepersiapkan perubahan yang terjadi.

Sebagian orang tua berusaha mempesiapkan anaknya untuk menyambut kedatangan bayi baru lahir. Ibu dengan anak yang lebih besar harus mencurahkan banyak waktu dan tenaga untuk membentuk hubungan dengan anak-anak. Ibu perlu mempersiapkan anak yang lebih tua untuk kelahiran bayinya dan memulai proses perubahan peran dalam keluarga dengan mengikutsertakan anak dalam kehamilannya dan sikap empati dalam menghadapi protes dan perlawanan anak akibat kehilangan tempat mereka dalam struktur keluarga.

Hal yang diperlukan dalam mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan status barunya sebagai seorang kakak sedini mungkin adalah sebagai berikut :

· Informasikan kehamilan, dengan memperkenalkan kakanya kepada bayi sejak masih didalam kandungan, libatkan dalam proses kehamilan misalnya : berbelanja baju bayi, mengantar ke bidan, dll

· Perluas lingkup sosial kakak, misalnya dengan memasukkan ke dalam kelompok bermain.

· Jujurlah tentang perubahan fisik dan mental seperti mudah lelah, mudah marah, disertai minta maaf jika tidak bisa menggendongnya.

· Siapkan kakak untuk ditinggal selama ibu di rumah sakit.

· Di hari pertama kelahiran bayi, bersikaplah wajar kepada kakak, jangan iba atau melindungi berlebihan, tetapi juga jangan mengabaikan. Libatkan ia dalam menyambut tamu dan tugas-tugas ringan perawatan bayi sperti membantu mengganti popok, membantu memberi makan dan lainnya.

· Jika sifat kakak berubah setelah bayi baru lahir, pandanglah sebagai hal yang wajar. Respon dengan sabar dan banyak memuji. Jika kakak menyakiti adik, jangan menghukum tapi mencegah.

Adaptasi Psikologis Pada Masa Nifas :

1. Periode masa nifas merupakan waktu untuk terjadi stres, terutama ibu primipara.

2. Fungsi yang mempengaruhi untuk sukses dan lancarnya masa transisi menjadi orang tua.

3. Respon dan support dari keluarga dan teman dekat.

4. Riwayat pengalaman hamil dan melahirklan yang lalu.

5. Harapan / keinginan dan aspirasi ibu saat hamil dan melahirkan. Periode ini diekspresikan oleh reva rubin

Peran dan tanggung jawab bidan

§ Meningkatkan kesehatan fisik dan psikologis ibu, bayi dan unit keluarga

§ Mengidentifikasi penyimpangan dari fisiologis atau psikologis normal dengan upaya rujukan sesuai dengan kebutuhan

§ Menganjurkan metode suara dari asuhan bayi dan pemberian ASI, serta meningkatkan perkembangan yang efektif hubungan antara orang tua dan bayi

§ Memberikan dukungan dan memperkuat rasa percaya diri ibu dan suami, dengan memfasilitasi masa transisi mereka dalam linkungan keluarga dan budaya

§ Menjalin hubungan yang baik dengan keluarga dalam mengembangkan upaya menjalin kasih sayang dengan bayinya.

Dalam suatu laporan oleh the audit commission ( badan pemeriksa (1997))asuhan pascanatal dirumah sakit lebih banyak mendapat komentar negative dibandingkan jenis asuhan lainnya. Namun sebagian besar wanita menerima asuhan pascanatal pertama kali di rumah sakit.

3. ASUHAN KEBIDANAN MASA NIFAS

KUNJUNGAN

WAKTU

TUJUAN

1

2 – 8 Jam setelah persalinan

· Memantau tanda-tanda vital

· Mencegah perdarahan masa nifas karena Atonia uteri

· Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan masa nifas karena Atonia uteri

· Pemberian Asi Awal

· Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir

· Menjaga hubungan ibu dan bayi baru lahir

· Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi

· Jika Petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam kradaan stabil

2

6 Hari setelah persalinan

· Memastikan involusi uterus berjalan normal ( Uterus berkontraksi, Fundus dibawah pusat Tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau yang tidak normal )

· Menilai adanya tanda tanda demam, infeksi atau perdarahan yang tidak normal

· Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat

· Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda tanda penyulit

· Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat, dan merawat bayi sehari hari

3

2 Minggu setelah persalinan

· Sama seperti diatas ( 6 Hari setelah persalinan )

4

6 Minggu setelah persalinan

· Menanyakan pada ibu tentang penyulit penyulit yang ibu atau bayi alami

· Memberikan konseling KB secara dini, imunisasi pada bayi, senam nifas dan segala penyulit yang dialami oleh ibu dan bayi