Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir.
Pembagian perdarahan post partum :
1. Perdarahan post partum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi
selama 24 jam setelah anak lahir.
2. Perdarahan post partum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi
setelah 24 jam anak lahir. Biasanya hari ke 5-15 post partum.
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.
Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan penyebabnya :
1. Atoni uteri (50-60%).
2. Retensio plasenta (16-17%).
3. Sisa plasenta (23-24%).
4. Laserasi jalan lahir (4-5%).
5. Kelainan darah (0,5-0,8%).
Etiologi perdarahan post partum :
1. Atoni uteri.
2. Sisa plasenta dan selaput ketuban.
3. Jalan lahir : robekan perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim.
4. Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia
yang sering dijumpai :
- Perdarahan yang banyak.
- Solusio plasenta.
- Kematian janin yang lama dalam kandungan.
- Pre eklampsia dan eklampsia.
- Infeksi, hepatitis dan syok septik.
Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri :
- Umur
- Paritas
- Partus lama dan partus terlantar.
- Obstetri operatif dan narkosa.
- Uterus terlalu regang dan besar misalnyaa pada gemelli, hidramnion atau janin
besar.
- Kelainan pada uterus seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta.
- Faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi.
Cara membuat diagnosis perdarahan post partum :
1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uterus.
2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak.
3. Melakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari :
- Sisa plasenta dan ketuban.
- Robekan rahim.
- Plasenta suksenturiata.
4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah.
5. Pemeriksaan laboratorium : periksa darah, hemoglobin, clot observation test
(COT), dan lain-lain.
Perdarahan post partum adakalanya merupakan perdarahan yang hebat maupun perdarahan perlahan-lahan tetapi terus-menerus. Keduanya dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan dapat menjadi syok. Oleh karena itu penting sekali pada setiap ibu bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin; serta pengawasan tekanan darah, nadi dan pernapasan ibu, kontraksi uterus dan perdarahan selama 1 jam.
Beberapa menit setelah janin lahir, biasanya mulai terjadi proses pelepasan plasenta disertai sedikit perdarahan. Bila plasenta sudah lepas dan turun ke bagian bawah rahim maka uterus akan berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta (his pengeluaran plasenta).
Penanganan Perdarahan Post Partum
__________________________________
Penanganan perdarahan post partum berupa mencegah perdarahan post partum, mengobati perdarahan kala uri dan mengobati perdarahan post partum pada atoni uteri.
Cara mencegah perdarahan post partum yaitu memeriksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar hemoglobin, golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim (uterotonika). Setelah ketuban pecah, kepala janin mulai membuka vulva, infus dipasang dan sewaktu bayi lahir diberikan 1 ampul methergin atau kombinasi dengan 5 satuan sintosinon (sintometrin intravena). Hasilnya biasanya memuaskan.
Cara mengobati perdarahan kala uri :
- Memberikan oksitosin.
- Mengeluarkan plasenta menurut cara Credee (1-2 kali).
- Mengeluarkan plasenta dengan tangan.
Pengeluaran plasenta dengan tangan segera sesudah janin lahir dilakukan bila :
- Menyangka akan terjadi perdarahan post ppartum.
- Perdarahan banyak (lebih 500 cc).
- Retensio plasenta.
- Melakukan tindakan obstetri dalam narkossa.
- Riwayat perdarahan post partum pada perssalinan yang lalu.
Jika masih ada sisa-sisa plasenta yang agak melekat dan masih terdapat perdarahan segera lakukan utero-vaginal tamponade selama 24 jam, diikuti pemberian uterotonika dan antibiotika selama 3 hari berturut-turut dan pada hari ke-4 baru dilakukan kuretase untuk membersihkannya.
Jika disebabkan oleh luka-luka jalan lahir, luka segera dijahit dan perdarahan akan berhenti.
Pengobatan perdarahan post partum pada atoni uteri tergantung banyaknya perdarahan dan derajat atoni uteri yang dibagi dalam 3 tahap :
1. Tahap I : perdarahan yang tidak banyak dapat diatasi dengan memberikan
uterotonika, mengurut rahim (massage) dan memasang gurita.
2. Tahap II : bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak, selanjutnya
berikan infus dan transfusi darah lalu dapat lakukan :
- Perasat (manuver) Zangemeister.
- Perasat (manuver) Fritch.
- Kompresi bimanual.
- Kompresi aorta.
- Tamponade utero-vaginal.
- Jepit arteri uterina dengan cara Henkel.
3. Tahap III : bila belum tertolong maka usaha terakhir adalah menghilangkan
sumber perdarahan dengan 2 cara yaitu meligasi arteri hipogastrika atau
histerektomi.
Retensio Plasenta
_________________
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.
Penyebab retensio plasenta :
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih
dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a. Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih
dalam.
b. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
endometrium sampai ke miometrium.
c. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke
serosa.
d. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum
dinding rahim.
2. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni
uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat
kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar
(plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.
Penanganan retensio plasenta berupa pengeluaran plasenta dilakukan apabila plasenta belum lahir dalam 1/2-1 jam setelah bayi lahir terlebih lagi apabila disertai perdarahan.
Tindakan penanganan retensio plasenta :
1. Coba 1-2 kali dengan perasat Crede.
2. Mengeluarkan plasenta dengan tangan (manual plasenta).
3. Memberikan transfusi darah bila perdarahan banyak.
4. Memberikan obat-obatan misalnya uterotonika dan antibiotik.
Manual plasenta :
1. Memasang infus cairan dekstrose 5%.
2. Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya dalam keadaan
suci
3. Teknik : tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan dimasukkan dalam
rongga rahim dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun. Tepi plasenta
dilepas - disisihkan dengan tepi jari-jari tangan - bila sudah lepas ditarik keluar.
Lakukan eksplorasi apakah ada luka-luka atau sisa-sisa plasenta dan
bersihkanlah. Manual plasenta berbahaya karena dapat terjadi robekan jalan
lahir (uterus) dan membawa infeksi.
Inversio Uteri
_______________
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri.
Pembagian inversio uteri :
1. Inversio uteri ringan : fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri
namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
2. Inversio uteri sedang : terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
3. Inversio uteri berat : uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah
keluar vagina.
Penyebab inversio uteri :
1. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan
intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
2. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang
dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :
1. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
2. Tarikan tali pusat yang berlebihan.
3. Patulous kanalis servikalis.
Frekuensi inversio uteri : angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.
Diagnosis dan gejala klinis inversio uteri :
1. Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat,
perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat dan
sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
2. Pemeriksaan dalam :
- Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri
cekung ke dalam.
- Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba
tumor lunak.
- Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
Penanganan inversio uteri :
1. Pencegahan : hati-hati dalam memimpin persalinan, jangan terlalu mendorong
rahim atau melakukan perasat Crede berulang-ulang dan hati-hatilah dalam
menarik tali pusat serta melakukan pengeluaran plasenta dengan tajam.
2. Bila telah terjadi maka terapinya :
- Bila ada perdarahan atau syok, berikan infus dan transfusi darah serta perbaiki
keadaan umum.
- Segera itu segera lakukan reposisi kalau perlu dalam narkosa.
- Bila tidak berhasil maka lakukan tindakan operatif secara per abdominal
(operasi Haultein) atau per vaginam (operasi menurut Spinelli).
- Di luar rumah sakit dapat dibantu dengan melakukan reposisi ringan yaitu
dengan tamponade vaginal lalu berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi & Obstetri Patologi. Jilid I ed. ke-2. dr. Delfi Lutan Sp.OG (editor).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar